Surat untuk Pria yang Kembali

Hai, pria di seberang sana. Apa kabar?
Tepat 3 pekan lalu kita bertemu ya setelah sekian purnama berlalu. Pertemuan yang berujung pada sejuta tanda tanya bagi diriku..
Aa, sebelas tahun lalu aku begitu kekeuh mau pindah dari Bekasi. Alasannya ingin lanjut ke SMA yg lebih bagus, tapi belakangan aa tau kan kalau alasan terbesarnya itu ya aa sendiri... Aku ngerasa ga sanggup a, ga bakal move on kalo harus satu sekolah lagi.
Pun aku udah cerita kalau selama di Jakarta, aku ga benar-benar berhasil melupakan aa. Sampai akhirnya seorang sahabat berpesan, "Jangan dilupakan, tapi diterima. Doakan agar ia dijaga dan selalu bahagia." Iya, aku lakukan itu a. Sampai akhirnya, memasuki bangku kuliah aku mulai menerima dan melanjutkan hidup.
Aku bahagia a. Aku belajar banyak. Aku gak akan menyesal pernah memutuskan pindah, meski harga yang dibayar cukup mahal..
***
Aa, masih ingat pertama kali aku jujur sama aa? Itu tiga belas tahun lalu. Setahun setelah aku memendam semuanya. Status seorang senior osis yang berubah jadi kawan dekat, teman curhat, malah makin meyakinkan kalau aku lebih dari sekedar kagum sama aa. Butuh waktu untuk ngumpulin keberanian a..
Aa, mungkin aa ga inget, ketika pengakuan itu aku bilang "Aku ga minta lebih kok a. Bisa deket sama aa aja aku udah bersyukur. Asal aa bahagia, aku dukung kok.." Duh, klise banget ya? Hehe. Ya namanya juga anak SMP. Meski pada waktu itu, aku tetap berharap sih. Tapi a, rasa-rasanya kalimat itu jadi doa yang diaminkan oleh malaikat, karena sampai sekarang aku masih begitu. Dalam setiap unggahan sosial mediamu yang kulihat, masih ada doa untuk kebahagiaanmu yang kupinta padaNya.
***

Aa, pertemuan kemarin itu bikin aku sadar. Kalau ruangan yang terbangun empat belas tahun silam itu gak pernah benar-benar hilang. Ruang yang gak aku biarkan tersentuh orang lain itu masih kepunyaan aa. Ruang itu masih dihuni rasa yang sama, mungkin sudah lebih dewasa sekarang. Mengingat usia kita juga yang semakin bertambah.
Aa, maaf kalau unggahan-unggahan galau setelah pertemuan itu membuat suasana reuni ini terasa awkward. Karena sungguh aku gatau a harus merespon seperti apa. Terlalu banyak kenapa yang hadir tanpa jawaban. Kupikir aku sudah berlari jauh, nyatanya aku tidak pernah memalingkan diri dari aa.
Aa, terima kasih untuk tidak pernah menjauhi aku.
Aa, di ruang penantianku sekarang, aku mengembalikan semua pertanyaan kepada sang pemilik kehendak. Semua ini terjadi atas skenarionya, maka aku tak ingin menduga, berharap, atau bahkan memaksa. Setiap pertanyaan akan selalu menghadirkan jawaban, bukan? Maka kini sebaik-baiknya tugas yang bisa kulakukan adalah menjalani sisa hari yang entah sampai kapan. In syaa Allah, doa-doa baik untuk aa masih teruntai di hari-hariku..
Aa, entah bagaimana pun ujung cerita ini, ketahuilah... Aku tidak pernah sedikit pun menyesal mengenalmu. Meski harga yang kubayar tak sedikit, waktu yang kubutuhkan tak sebentar, aku yakin proses ini yang mendewasakan. Bukankah setiap anak Adam adalah pembuat salah? Dan sebaik-baiknya pembuat salah adalah yang belajar dan janji tidak mengulanginya lagi?
Aa, sekali lagi,
terima kasih ya :)
Warm hugs,
Perempuan, yang cinta pertamanya itu kamu.

Comments

Popular posts from this blog

Kita Memang Harus Berbeda

Mengenal Lima Bahasa Cinta (Bagian 1)

BIOTONE 2011 (y)