Main Hati?

                Tria hanya bisa merenung menatapi laptop nya yang menyala. Pikirannya jauh menerawang entah ke mana. Halaman kosong, kursor berkedip, pemandangan yang tidak berubah dari 30 menit yang lalu. Berniat mengerjakan paper dari dosen, malah sibuk bolak-balik mengecek smartphone nya yang tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. “Kenapa belum sms? Kamu lagi apa?”

                Tiba-tiba Tria tersadar, “Kok aku nungguin ya? Sejak kapan?”. Iya, sejak kapan diam-diam Tria merasa senang saat nama Fatir muncul di layar smartphone nya, sejak kapan Tria diam-diam merasa cemas saat sehari pun tidak ada sms dari Fatir, sejak kapan Tria mulai berharap?

                Tria tau ini salah, cepat atau lambat ini akan jadi bumerang untuk dirinya sendiri. Saat harapan mulai tumbuh seperti amuba yang tidak bisa dikendalikan pertambahan jumlahnya, saat itulah perlahan harapan akan menggerogoti hatinya sendiri. Menyiksa perasaannya, lambat laun, hanya meninggalkan penyesalan.

                Tapi sisi lain hatinya membela. Apa salahnya berada di zona nyaman ini? Aku senang. Toh dia juga tidak keberatan. Sekedar obrolan singkat, ringan, tapi mengalir memenuhi harinya yang penat, hal itu yang Tria cari. Tak lupa, Fatir berhasil membuat dirinya nyaman berbagi cerita. Yang sebelumnya mungkin amat sulit ia lakukan. Keduanya setuju dengan kata sahabat.

                Pro kontra hati ini tidak membuat Tria lupa akan satu hal, ini semua sama seperti memupuk bunga yang belum tentu bisa kau tanam di halaman rumahmu sendiri.

                Tria tidak ingin mengkhianati kata sahabat yang disepakati mereka berdua, tapi Tria tidak ingin membohongi hatinya sendiri, ada ruang lebih untuk Fatir. Entahlah, apa namanya.


                Berada di zona nyaman ini, Tria tidak ingin terlena. Dia tidak ingin menjilat ludahnya sendiri saat Andina curhat tentang Rio yang “memberikan harapan palsu” padanya. Tria lelah 3 hari berturut-turut mendengar curhatan –diselingi tangisan termehek-mehek– Andina. Hingga pada akhirnya Tria kesal lalu berkata –sedikit berteriak– , “Coba kamu pikir baik-baik Na, dia yang mainin hati kamu, atau kamu yang main hati sama dia?!? “

Comments

Popular posts from this blog

Kita Memang Harus Berbeda

Mengenal Lima Bahasa Cinta (Bagian 1)

BIOTONE 2011 (y)